TUr6Tpd0GfdlTpC5TSGpBUClTY==
  • Nabilamanunggallaras@gmail.com
  • +6281284773223

Paguyuban Ebeg Prajuritan Nabila Manunggal Laras Dilaksanakan di Grumbul Cengkudu

Paguyuban Ebeg Prajuritan Nabila Manunggal Laras Dilaksanakan di Grumbul Cengkudu

Di tengah pesatnya perkembangan zaman dan derasnya arus modernisasi, kesenian tradisional Ebeg atau Kuda Lumping tetap menjadi simbol kuat dari warisan budaya masyarakat Banyumas. Tradisi ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai luhur, semangat kebersamaan, serta identitas budaya lokal yang telah mengakar kuat selama berabad-abad. Salah satu bukti nyata dari pelestarian seni tradisional tersebut tampak dalam kegiatan Paguyuban Ebeg Prajuritan Nabila Manunggal Laras yang dilaksanakan di Grumbul Cengkudu, Desa Cirahab, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas.

Kegiatan tersebut berlangsung meriah dengan antusiasme tinggi dari masyarakat. Warga dari berbagai kalangan datang untuk menyaksikan langsung pertunjukan yang sarat makna dan nilai spiritual. Kami melihat bagaimana semangat gotong royong, rasa kekeluargaan, dan kebanggaan terhadap warisan budaya tercermin jelas dalam setiap detail acara. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga sarana mempererat persaudaraan antarwarga dan menumbuhkan rasa cinta terhadap kesenian lokal.

Paguyuban Nabila Manunggal Laras dikenal luas sebagai kelompok seni Ebeg yang konsisten menjaga orisinalitas dan nilai budaya Banyumasan. Mereka tidak hanya menampilkan seni pertunjukan, tetapi juga menjalankan misi pelestarian melalui pendidikan dan pembinaan generasi muda. Dengan latihan rutin dan komitmen tinggi dari para anggota, paguyuban ini menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat mampu mempertahankan tradisi tanpa kehilangan relevansinya di era modern.

Dalam setiap pertunjukan Ebeg, terdapat nilai filosofis yang mendalam. Gerakan para penari menggambarkan semangat prajurit yang gagah, berani, dan tangguh. Suara gamelan yang menghentak berpadu dengan gerak ritmis para penari menciptakan suasana sakral sekaligus menggugah. Kami memahami bahwa di balik gemerlap pertunjukan tersebut, tersimpan pesan moral tentang perjuangan, pengorbanan, serta keseimbangan antara dunia lahir dan batin.

Ebeg atau Kuda Lumping tidak hanya sekadar tarian, melainkan ritual yang sarat makna spiritual. Dalam setiap pementasan, terdapat prosesi doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau pawang. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian tersebut berakar kuat pada tradisi dan keyakinan masyarakat Jawa. Ketika penari memasuki fase trance atau kesurupan, masyarakat percaya bahwa itu merupakan bentuk keterhubungan dengan energi leluhur yang menjaga harmoni alam dan manusia.

Paguyuban Nabila Manunggal Laras menampilkan pertunjukan mereka dengan penuh kedisiplinan dan tata cara yang terjaga. Kostum prajurit yang digunakan menonjolkan warna-warna khas Banyumasan, dengan detail rapi dan penuh makna simbolik. Iringan musik gamelan menambah suasana megah dan membawa penonton larut dalam irama tradisi yang telah turun-temurun dijaga keberadaannya.

Kami menyaksikan bahwa generasi muda memainkan peran penting dalam kegiatan ini. Anak-anak dan remaja desa turut ambil bagian sebagai penari, pengrawit, maupun panitia penyelenggara. Hal ini menjadi pertanda positif bahwa regenerasi dalam dunia kesenian tradisional masih berjalan dengan baik. Para pelatih dan senior memberikan bimbingan yang sabar, mengajarkan makna di balik setiap gerakan dan tembang, serta menanamkan rasa bangga terhadap budaya sendiri.

Dalam wawancara dengan beberapa anggota muda paguyuban, mereka mengungkapkan rasa senang dapat terlibat langsung dalam kegiatan ini. Selain menjadi ajang berekspresi, Ebeg juga mengajarkan mereka disiplin, kerja sama, dan tanggung jawab. Inilah nilai-nilai pendidikan karakter yang secara alami tumbuh dalam kesenian rakyat, sekaligus menjadi pondasi moral yang kuat bagi generasi penerus bangsa.

Kegiatan Ebeg di Grumbul Cengkudu juga membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar. Banyak pedagang kecil yang ikut meramaikan acara dengan menjajakan makanan tradisional seperti getuk, mendoan, dan dawet. Hal ini menciptakan efek ekonomi lokal yang nyata. Para warga merasa bangga karena desanya menjadi pusat perhatian berkat kegiatan budaya yang bernilai tinggi.

Kami meyakini bahwa kesenian seperti Ebeg memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya. Jika dikelola dengan baik dan dikemas secara menarik, pertunjukan semacam ini dapat menjadi destinasi unggulan bagi wisatawan yang ingin menikmati keaslian budaya Banyumas. Pemerintah daerah bersama masyarakat dapat bersinergi dalam mempromosikan kegiatan budaya seperti Paguyuban Nabila Manunggal Laras agar lebih dikenal luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Selain sebagai tontonan, Ebeg juga berfungsi sebagai tatanan sosial yang memperkuat hubungan antarwarga. Melalui kegiatan ini, masyarakat saling bekerja sama dalam persiapan, mulai dari membangun panggung, menyiapkan gamelan, hingga mengatur konsumsi. Gotong royong inilah yang menjadi nilai inti kehidupan pedesaan, yang kini kembali tumbuh berkat kegiatan budaya.

Kami melihat bahwa pelaksanaan Paguyuban Ebeg Prajuritan Nabila Manunggal Laras di Grumbul Cengkudu bukan hanya sekadar hiburan tahunan, tetapi juga bentuk nyata dari semangat pelestarian budaya daerah. Dengan dukungan masyarakat dan pihak pemerintah, kegiatan semacam ini dapat menjadi agenda rutin yang memperkuat jati diri Banyumas sebagai daerah yang kaya akan tradisi.

Kepala Desa Cirahab menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh panitia dan peserta yang telah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya menjaga kebudayaan lokal agar tidak punah ditelan zaman. Menurutnya, generasi muda harus terus diberi ruang untuk mengenal dan mencintai seni tradisional sebagai bagian dari identitas bangsa.

Paguyuban Nabila Manunggal Laras juga berkomitmen untuk terus memperluas jangkauan kegiatan mereka. Selain tampil di acara desa dan kecamatan, mereka berencana mengikuti festival budaya di tingkat kabupaten dan provinsi. Dengan semangat kebersamaan, mereka ingin menunjukkan bahwa Ebeg bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga seni yang tetap hidup dan berkembang di masa kini.

Melalui kegiatan ini, kami semakin memahami bahwa kebudayaan adalah ruh yang menghidupkan masyarakat. Ebeg bukan sekadar tarian, melainkan media komunikasi antara manusia dengan alam, serta pengingat agar kita selalu menjaga keseimbangan hidup. Di tengah derasnya modernisasi, semangat seperti inilah yang perlu terus dijaga agar akar budaya bangsa tidak terkikis oleh zaman.

Dengan keberhasilan pelaksanaan Paguyuban Ebeg Prajuritan Nabila Manunggal Laras di Grumbul Cengkudu, kami berharap kegiatan serupa dapat terus diselenggarakan secara berkelanjutan. Bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga sebagai ruang edukasi dan refleksi bagi masyarakat untuk memahami betapa berharganya warisan budaya yang kita miliki.

Kegiatan ini membuktikan bahwa ketika masyarakat bersatu dan berkomitmen menjaga tradisi, maka budaya akan tetap hidup dan menjadi sumber kebanggaan. Ebeg di Grumbul Cengkudu telah menjadi bukti bahwa kesenian tradisional tidak pernah benar-benar mati; ia hanya menunggu disentuh kembali dengan cinta, semangat, dan dedikasi oleh generasi penerusnya.

0 Komentar

Nabila Manunggal Laras

KudaLumping

Paguyuban Ebeg Prajuritan Nabila Manunggal Laras merupakan wadah seni tradisional yang berfokus pada pelestarian dan pengembangan kesenian ebeg atau kuda lumping sebagai warisan budaya Jawa yang sarat makna dan nilai spiritual. Paguyuban ini didirikan pada tanggal 3 September 2025 oleh Bapak Wijang Kridianto dan Bapak Taryono, yang beralamat di Gr. Cengkudu, Desa Cirahab, RT 03 RW 04, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas.

Hubungi Kami

Popup Image